Edisi XIII Tahun 2005
Sekapur Sirih Edisi XIII Tahun 2005
Bangsa Indonesia memang telah mengalami pergantian kekuasaan beberapa kali, namun para pemimpin tersebut gagal mentransformasikan segenap kapabilitas mereka untuk kebaikan negeri tercinta ini. Para pemimpin pasca-Soeharto cenderung sibuk dengan kepentingan sendiri sembari mengabaikan kepentingan khalayak hingga membuat rakyat kecewa berat. Ketidakpuasan publik terhadap para penyelenggara negara tersebut diwujudkan dengan beragam cara: dari demonstrasi damai, munculnya gejala “emoh” (partai) politik, meruyaknya kekerasan di banyak tempat, dan yang paling mencemaskan adalah lahirnya wabah “SARS”: Sindrom Aku Rindu Soeharto. Berbagai simptom tersebut membersitkan kesan kuat bahwa sebagian masyarakat sudah sampai pada satu titik yang mengkhawatirkan, yaitu putus asa.
Rakyat yang menghajatkan masa lalu hadir kembali tentu saja tidak bisa dipersalahkan. Soalnya rakyat sudah terlalu berbaik hati kepada para pemimpin yang menindas mereka. Kerinduan terhadap masa lalu yang secara simbolik direpresentasikan dengan hadirnya Soeharto merupakan konsekuensi logis tidak berhasilnya pemimpin pasca-Soeharto memenuhi kebutuhan konkret mereka. Menyalahkan rakyat hanya akan membuat bangsa Indonesia jatuh pada logika blamming the victims, menyalahkan korban. Rakyat adalah korban dari absennya political will penyelenggara negara dalam mengentaskan bangsa dari krisis multidimensional. Anggaplah pemimpin pasca-Soeharto – Habibie, Abdurrahman Wahid, dan Megawati – sebagai pemimpin masa lalu seperti Soeharto. Jika Soeharto menciptakan krisis multidimensional, para pemimpin pasca-Soeharto tersebut mengawetkan krisis tersebut dan tidak tergerak mengenyahkannya secara tuntas. Pengalaman berharga ini hendaknya tidak membuat bangsa Indonesia bernasib seperti keledai: terperosok pada lubang yang sama. Masyarakat harus lebih cerdas, arif, dan rasional dalam memilih pemimpin negeri ini.
Pemilu legislatif yang telah dilaksanakan pada 5 April 2004 dan pemilu ekskutif 2004 merupakan momen historis penting bagi perjalanan bangsa Indonesia di masa depan. Pesta demokrasi tersebut dapat disebut sebagai peluang mengakhiri krisis kepemimpinan nasional yang parah yang dengannya agenda-agenda besar reformasi diharapkan dapat terealisasikan dengan baik. Sudah tentu pascapemilu tersebut, bangsa Indonesia bukan saja mengharapkan pergantian kepemimpinan nasional secara legal-konstitusional. Namun lebih dari itu, bangsa Indonesia membutuhkan pemimpin nasional yang dapat mewujudkan kesejahteraan, kemakmuran dan keadilan bagi bangsa Indonesia.
Untuk edisi al-Mawarid kali ini, mengetengahkan topik utama Kepemimpinan Nasional Pascapemilu 2004 dalam Perspektif Fiqh Siyasah. Tulisan-tulisan yang dimuat dalam edisi ini sangat beragam, seperti relasi Islam dan negara di Indonesia dalam perspektif sejarah, kepemimpinan wanita, nilai-nilai demokrasi lokal, penerapan syari’at Islam di Indonesia, konsep negara dalam Piagam Madinah dan UUD 1945, teori hukum Islam abad tengah, kepemimpinan nasional dan korupsi, etika kepemimpinan dalam Islam dan satu artikel tentang hasil penelitian berkaitan dengan sebuah BMT di Sleman Yogyakarta, serta dilengkapi review buku tentang kegagalan partai politik Islam di pentas politik nasional. Selamat membaca.
Untuk edisi ke-14 yang akan datang al-Mawarid mengangkat tema: Pembaharuan Hukum Keluarga di Indonesia: Urgensi,Kontroversi dan Solusinya. Redaksi menunggu partisipasi penulis untuk menyumbangkan tulisannya berkaitan dengan tema tersebut.
Redaksi
Women Leadership: An Opportunity and Challenge in Religious and Cultural Perspective
Ulfa Jamilatul Farida
Abstrak
Saat ini kita sedang hidup di suatu abad di mana kesetaraan hak menjadi “talk” atau pembicaraan semua orang. Lebih jauh lagi, “talk” itu sudah meningkat menjadi gerakan sipil untuk menuntut kesamaan hak bagi semua kelompok, tidak peduli agama, ras, atau sejenisnya. Salah satu masalah yang terkait dengan hal di atas adalah isu tentang kepemimpinan perempuan diberbagai bidang kehidupan terutama bidang politik. Peran publik perempuan khususnya aksesnya dalam dunia politik di berbagai belahan dunia, dan Indonesia khususnya ternyata tetap menghadapi berbagai kendala. Dunia masih saja menganggap bahwa politik dan kepemimpinan adalah wilayah laki-laki, sehingga jika perempuan terjun ke politik atau parlemen tetap dipandang sebelah mata juga hanya penggembira saja. Mayoritas pendapat mengatakan bahwa hal tersebut memang terjadi sebagai akibat faktor ideologi yang ada. Pengaruh bangunan ideologi yang sarat nilai agama dan budaya tentu tampak jelas dalam konstelasi politik di Indonesia. Penafsiran sumber-sumber hukum dalam agama yang kadang tidak di telaah lebih komprehensif dan budaya patriarkhi menjadi kendala yang luar biasa besar bagi upaya-upaya perempuan Indonesia untuk mencapai sebuah kesetaraan.
Kata kunci: leadership, women, ideology
Hubungan Agama-Negara Pasca Reformasi
M. Abdul Karim
Abstract
Studying relations between the Religion (Islam) and the state in Indonesia always presented special characteristics. The Islam Religion has become deeply rooted in the Indonesian Moslem’s inner self. The matter is how the state puts Islam in the dynamics of her government form. Until now, we have found Islam can afford to be soul and spirit for implementing changes toward the better ones. Islam spirit has been proved in the historical path of Indonesian nation that it was able to liberate herself from colonial domination, backwardness, and underdevelopment. Thus, in the relations between Islam as a religion institution and the state (government) as a constitutional policy holder don’t to suspect each other, but they must be able to result in a new cosmos that is mutually profitable.They are no longer to exploit mutually, but to create harmonization for the sustained nation.
Kata kunci: agama, negara, dan reformasi
Kepemimpinan dan Korupsi (Simbiosis Mutualisme)
M. Fajar Hidayanto
Abstract
The leadership and corruption in this era denote two sides of a coin and closed related to each other. The corruption happens in Indonesia because of untrusted leadership. The standard that can be an indicator of successful leadership is not enough only to free and does not punish corruptors. The long term and ideal leadership is clean and free from corruption.
Kata kunci: pemimpin, korupsi, curang, dan negara
Reformulasi Kepemimpinan Nasional di Tengah Arus Tuntutan Demokratisasi Masyarakat Lokal
Sabiqul Khair Syarif
Abstract
Reformation is a new jargon in Indonesian political discourse. Searching for a leader whas an intellectual integrity and moral ethics becomes somerhing lack. It is difficult to find a leader above mentioned. For that reason, for several decades the leaders of Indonesia tend to be corruption and nepotism. To solve the problem of leadership, it should be conducted to toward reformulating national leadership strategic. The solution is appreciate young generation, critical reason, leadership management and considering local wisdom.
Kata kunci: demokrasi, lokal, nasional, kepemimpinan
Filosofi dan Etika Kepemimpinan dalam Islam
A. F. Djunaedi
Abstract
The Substance of leader in Islamic perspective is the community (ummah) or people servicer as leader followers. Based on this philosophy, a leader should service ummah beneficently and mercifully. Closed related to philosophy of leadership afore-mentioned, actually an authority denotes Allah’sd trustee, and for that reason the leadership should be responsible for hereafter life. Thus, the ethics of leadership should be conducted.
Kata kunci: etika, filosofi, amanah dan pertanggungjawaban
Parpol Islam dan Gagasan Penerapan Syariat Islam
Dadan Muttaqien
Abstract
Talking about Islamic Shari’ah implementation in Indonesia should pay attention to Indonesia position in term of relation between Islam and democracy. The theory of relation Islam and democracy can be classified into three schools of thought. Firstly, Islam is more than a democratic system mainly shura. Secondly, democracy is contrary to Islam. Thirdly, democracy on one hand is in accordance with Islam and on the other it is also different from Islam. So besides, to implement Shari’ah should consider the reality of society.
Kata kunci: syari’at, parpol, Indonesia, dan demokrasi
Konsep Negara dalam Perspektif Piagam Madinah dan Piagam Jakarta
Muhammad Latif Fauzi
Abstract
This paper aims to study the concept of state in Medina treaty and in the Jakarta charter perspective by comparative method. First, the writer describes historically Medina treaty and its authenticity then explains how the state concept through understanding the concept of ummah. Second, the writer describes the concept of nation in the Jakarta charter. Those two concepts then are compared and analyzed by theory of state which in this writing limited in two aspects, i.e. element of nation fulfillment and the relationship between religion and nation, as frame of reference. The writer then concludes that both of them have similarity on the certain cases and neither have they on the others.
Kata kunci: negara, ummah, Piagam Madinah, Piagam Jakarta
Pemikiran dan Kajian Teori Hukum Islam Menurut al-Syatibi
Sidik Tono
Abstract
Study of al-Shatibi’s theory of law constitutes a study and an effort to present top of an intellectual development from century 4 to century 10. The theory of law above resulted matuirity and comprehensive. The background of al-Shatibi’s theory of law is to create theoretical tool can increase flexibility and adaptability positive law and response toward the practical law that deviates from truth religion.
Kata kunci: teori, hukum Islam, al-Syatibi, dan induksi
Pemikiran Riffat Hasan Tentang Feminisme dan Implikasinya Terhadap Transformasi Sosial Islam
Sri Haningsih
Abstract
Riffat’s thought of feminism’s discourse and Islamic social transformation since long time has been recognized as crucial manner within talking about feminism’s position was simlistic. Riffat focused the cases on “the theology” as the root of feminism’s discrimination. Thus, be noted that Islamic social transformation (feminism’s cases) absolutely should be done on merely theology’s reconstruction. The main goal of research is to describe the thought of Islamic social transformation and it’s thought’s relevancy toward Indonesia discourse in the context. The research is done on searching the need data, even primer, seconder, or tertiarer with the method of data analysis as follows: Data reduction, data display and conclusion. The mean of feminism is a consciousness toward unfair gender of female at household or society and the conscious endeavor done by male or female to change such condition. Mean of Islamic social transformation is the reconstructed thought within mixing aqidah-syara-muamalah, teology-science-action, and theory of act’s methodology which takes side the dhu’afa (the weak) and mustadl’afien (the weaken by) such as female.
Kata kunci: feminisme, transformasi sosial Islam, kepemimpinan
Pengembangan BMT Berbasis Masjid: Studi Kasus BMT Al-Azka Pagerharjo Samigaluh Kulonprogo
M. Hajar Dewantoro
Abstract
This research target is to know the development of mosque based BMT Al-Azka in Pagerharjo Samigaluh. The Question is how is the development conducted ? BMT is needed as financial institution of people self-supporting because its difficult for them to access the Bank. The target of Islamic law is economic protection (hifdhul maal). It is related to the mosque function pay attention to prosperity problem, physically or psycally. To carry out its function, Takmir Forum must overcome the jamaah’s problem. The case study expected to express the esence of problem. This study shows mosque based BMT Al-Azka is founded by Takmir. This BMT developed and based on mosque value and organized by Tamir, The membership of BMT consist of the institute Takmir and mosque jamaah. The recommendation of this study is that organizers and members are expected to develop mosque based BMT Al-Azka in order to become a proud institution. For other mosque Takmir are also expexted to develop mosque based BMT in their region.
Kata kunci: BMT, berbasis masjid, modal sosial
Book Review: Mengapa Partai Islam Gagal di Pentas Nasional
Yusdani
Bergulirnya gerakan reformasi seiring dengan lengsernya Soeharto telah memberikan harapan baru bagi semua kelompok politik di tanah air, termasuk kelompok agama. Dengan nilai-nilai kebebasan, keterbukaan dan keadilan yang dibawanya, gerakan reformasi telah memberikan peluang bagi kelompok agama untuk kembali tampil, ikut bermain di pentas politik nasional. Tokoh-tokoh agama kritis yang pada masa Orde Baru hanya dapat bermain di belakang layar, banyak yang menjadi pelaku utama. Mereka tersebar di beberapa partai yang berasas dan berorientasi Islam. Misalnya, Deliar Noer di Partai Umat Islam (PUI), Soemargono dan beberapa kolega ideologisnya di Partai Bulan Bintang (PBB), Husein Umar di Partai Persatuan Pembangunan (PPP), A.M. Fatwa di Partai Amanat Nasional (PAN), dan lain-lain. Mereka telah mendapatkan kembali hak-hak mereka untuk ikut bertarung secara adil di pentas politik nasional.