Teliti Pemikiran Tokoh tentang Waris Islam, Zainal Arifin Raih Doktor di PPs FIAI
Salah satu tokoh yang berpengaruh bagi masyarakat Lombok yaitu Maulana Syaikh Tuan Guru Kiyai Haji (TGKH) Muhammad Zainuddin Abdul Madjid. Bahkan karena kiprahnya, akhir 2017 lalu mendapatkan anugerah sebagai pahlawan nasional dari pemerintah RI.
Banyak kitab berbahasa Arab yang telah dikarangnya, salah satunya Tuhfah Ampenaniyyah yang membahas tentang kewarisan Islam. Pemikirannya banyak dijadikan bahan penelitian oleh para akademisi, salah satunya oleh Zainal Arifin, Lc., M.Ag.
Pemikiran TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid tentang Kewarisan Islam adalah judul disertasi Zainal Arifin. Disertasi dosen Universitas Islam Negeri (UIN) Mataram tersebut diujikan pada Program Paskasarjana (PPs) Fakultas Ilmu Agama Islam (FIAI) Universitas Islam Indonesia (UII), Jalan Demangan Baru, Rabu, 29 Rabi’ul Akhir 1439 H/17 Januari 2018. Promovendus berhasil meraih predikat sangat memuaskan. Zainal Arifin tercatat sebagai doktor ke-15 PPs FIAI dan ke-120 UII.
Baca juga: Kolaborasi dengan UIN Jambi, PPs FIAI Gelar SEAAM 2017
Zainal Arifin mengatakan bahwa dirinya membayangkan betapa beratnya perjuangan TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid dalam membumikan kewarisan Islam di tengah tradisi masyarakat Sasak yang telah mengakar. Karenanya, menurutnya, tokoh tersebut telah mendialogkan antara teks dan konteks dengan pola pendekatan ijtihad intinbathiy dan ijtihad tathbiqiy. Secara metodologis, lanjutnya, pemikiran dan praktik waris Maulana Syaikh mengikuti pola bayani namun praktisnya lebih banyak mempertimbangkan pola ijtihad maqashidiy.
Secara metodologis, pemikiran dan praktik waris Maulana Syaikh mengikuti pola bayani namun praktisnya lebih banyak mempertimbangkan pola ijtihad maqashidiy.
Berdasarkan penelitiannya, Zainal Arifin menemukan bahwa masyarakat (hukum) adat Sasak memiliki 3 pola pembagian waris. Pertama, yang berhak atas waris adalah laki-laki tertua. Kedua, laki-laki berhak atas penguasaan tanah dan rumah sementara perempuan berhak atas perabotan rumah dan barang pecah-belah. Ketiga, pemberian warisan dilakukan sebelum meninggal dalam bentuk wasiat atau hibah. “Hal ini seringkali tidak mempertimbangkan hukum Islam sebagai acuan,” ungkapnya.
Hadirnya Maulana Syeikh, tandasnya, dengan pemikiran waris Islam menggeser secara perlahan praktik waris adat dimana pengaruhnya dapat dipetakan menjadi 5 hal. Pertama, waris dibagikan sesuai hukum waris yang tertulis dalam kitab Tuhfah Ampenaniyyah. Kedua, dilakukan dengan waris Islam namun pembagiannya dilakukan ketika masih hidup. Ketiga, harta dihibahkan dulu, sisanya dibagi dengan sistem waris Islam. Empat, dengan metode hibah berdasar perdamaian dan kesepakatan keluarga. Terakhir, melalui wasiat.
Baca juga: Mahasiswa PPs FIAI Presentasi di International Forum BEASM di Singapura
Sementara itu, dewan penguji Ujian Terbuka dan Promosi Doktor terdiri dari Nandang Sutrisno, SH., LLM., M.Hum., Ph.D (Ketua/Rektor UII), Dr. Drs. Hujair AH Sanaky, MSI (Sekretaris/Direktur PPs FIAI), Prof. Dr. Abdul Ghofur Anshori, SH., MH (Promotor), Dr. Muslich Ks, M.Ag (Co-Promotor), Prof. Jawahir Thontowi, SH., Ph.D, Prof. Drs. Ratno Lukito, MA., DCL., dan Dr. Drs. Sidik Tono, M.Hum. Usai ujian, dewan penguji mendapatkan hadiah kain tenun ikat kepala khas Lombok dari promovendus. (Samsul)