AlMaqaashid adalah salah satu kajian penting dalam dinamika perkembangan hukum Islam (syari’ah). Konsep tentang al-maqaashid atau maqaashid asy-syarii’ah tersebut terus dielaborasi sehingga menjadi relevan untuk menjadi “alat” untuk menjawab problemika kekinian. Dalam konteks bernegara konsepsi maqaashid dapat dijadikan sarana untuk mengukur pembangunan berkelanjutan.

5 (2)Berkenaan dengan itu, Aly Abdel Moniem telah melakukan riset untuk disertasinya pada Program Paskasarjana (PPs) Fakultas Ilmu Agama Islam (FIAI) Universitas Islam Indonesia (UII). Judul disertasinya adalah al-Khithaab al-Maqaashidiy wa al-Tamniyyah al-Mustadaamah: Ru’yah Naqdiyyah Mutammimah li Khiththah al-Tamniyyah al-Wathaniyyah al-Induniisiyyah Thawiilata al-Ajal (2005-20125).

Ujian terbuka disertasi tersebut dilaksanakan di PPs FIAI, Demangan Baru, Sabtu, 18 Syawwal 1437 H/23 Juli 2016. Bertindak selaku promotor, Prof. Jasser Auda, Pd.D (Dosen Karleton University, Kanada). Sebelumnya ketika ujian tertutup, Jasser Auda berkesempatan hadir. Ketika ujian terbuka dia berhalangan hadir namun tetap menyampaikan pesan melalui video.

“Ini adalah disertasi yang luar biasa. Aly sudah memenuhi semua yang saya minta dalam ujian sebelumnya. Saya berharap penguji lain dapat dapat menerima disertasi ini,” ujarnya dengan berbahasa Inggris. Sementara itu, bertindak sebagai co-promotor Dr. Tamyiz Mukharrom, MA (Dekan FIAI). Tamyiz menyampaikan bahwa ketika ujian tertutup disertasi tersebut sudah diuji dengan serius dan memakan waktu lebih dari 2,5 jam.

Sementara penguji lain yaitu Prof. Dr. Syamsul Anwar, MA (Guru besar UIN Sunan Kalijaga), Dr. Tulus Mustofa, Lc., MA (UIN Sunan Kalijaga), Dr. Phil. Syahiron Syamsuddin, MA (UIN Sunan Kalijaga). Bertindak selaku ketua sidang Rektor UII, Dr. Ir. Harsoyo, M.Sc. Dan sekretaris sidang, Dr. Drs. Hujair AH Sanaky, MSI (Direktur PPs FIAI).

Aly Abdel Moniem ditetapkan lulus dengan predikat sangat memuaskan. Sebagaimana disampaikan ketua sidang bahwa sebenarnya Aly berhak atas predikat cumlaude. Namun karena waktu studi yang melebihi batas yang disyaratkan sehingga harus puas dengan predikat sangat memuaskan. Aly tercapat sebagai doktor ke-10 PPs FIAI dan ke-103 untuk promosi yang dilakukan di UII.

Universitas Islam Indonesia (UII) berhasil meraih juara umum dalam Festival Bahasa Arab dan Inggris (FBAI) atau al-Mahrajaan al-‘Arabiy wa al-Injiliiziy yang diadakan oleh Universitas Darussalam (Unida) Gontor, Ponorogo, Jawa Timur. Dalam lomba yang berlangsung pada Senin-Selasa, 20-21 Syawal 1437 H/25-26 Juli 2016 tersebut UII mengirimkan 4 delegasi.

3. UnidaAdalah Saiful Aziz (IP Hukum Islam 2014), Tiyas Kurnia Sari (IP Akuntansi 2014 dan Pendidikan Bahasa Inggris 2015), dan Wafa (Psikologi 2014) yang berhasil merebut Juara 1 Debat Bahasa Arab. Sementara itu Wafa juga sukses menjadi juara 2 Broadcasting Bahasa Arab. Selain itu, Uswatun Hasanah (Pendidikan Bahasa Inggris 2015) bersama Tiyas Kurnia Sari meraih juara 2 Lomba Media Pembelajaran Berbasis IT.

“Alhamdulillah, pengalaman lomba di Gontor tidak kalah menarik dari lomba-lomba sebelumnya,” ujar Wafa yang bersama timnya sering menjuarai Lomba Debat Arab nasional. “Syukur kami dari tim debat masih diberi kesempatan mengukur kemampuan kami. Apakah mengalami peningkatan atau sebaliknya,” lanjutnya.

Bagi Wafa, setiap even memiliki konsep perlombaan yang berbeda. Khususnya dalam Lomba Debat Arab. Namun patut disyukuri UII masih dapat bertahan dalam prestasi Debat Arab. Harapannya, prestasi tersebut dapat diteruskan oleh mahasiswa UII lain nantinya. Berdasarkan pengalaman Wafa, lomba debat dapat menambah wawasan keilmuan dan keterampilan mahasiswa dalam berbahasa asing.

Menanggapi raihan tersebut Direktur Direktorat Pembinaan Bakat Minat dan Kesejahteraan Mahasiswa (DPBMKM) UII, Beni Suranto, ST., M.Soft.Eng., mengungkapkan bahwa capaian prestasi ini sangat membanggakan. Diharapkan untuk terus ditingkatkan mengingat capaian prestasi mahasiswa dalam kegiatan yang bersifat kompetisi/kejuaraan menjadi salah satu indikator penting keberhasilan proses pembinaan kemahasiswaan.

Salah satunya adalah dalam pemeringkatan perguruan tinggi oleh Kemenristekdikti, khususnya pada aspek bakat minat. “UII akan terus mendukung mahasiswa untuk mampu meraih prestasi dan reputasi baik di tingkat nasional maupun internasional dengan keyakinan bahwa mahasiswa UII adalah generasi muda yang unggul dan selalu bersemangat dalam mengharumkan nama almamater,” ungkapnya. (Samsul Zakaria/SA)

Salah satu pemikir muslim Indonesia yang memiliki pengaruh cukup besar dalam dinamika pemikiran Islam di Indonesia ialah Nurcholis Madjid, yang populer dengan sebutan Cak Nur. Cak Nur dalam corak berpikirnya lebih menekankan pada dimensi etis yang berorientasi pada nilai-nilai substansi dari pada corak keberagamaan yang hanya legal-formalistik. Selain itu, Cak Nur mencoba mensinergikan ajaran Islam dalam konteks ke-Indonesia-an.

2 (2)Berkenaan dengan hal tersebut, Pusat Studi Islam (PSI) Universitas Islam Indonesia (UII) menggelar diskusi terbatas di Demangan, Jumat 10 Syawwal 1437 H/15 Juli 2016. Hadir sebagai narasumber Muhammad Wahyuni Nafis, MA selaku pimpinan Nurcholis Madjid Society (NCMS) Jakarta. Adapun tema diskusi ialah “Pemikiran Nurcholis Madjid tentang ke-Islam-an, Modernitas, dan Keindonesiaan”.

Dalam paparannya menyampaikan bahwa pokok-pokok pemikiran Cak Nur. “Islam adalah agama yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dan keindonesiaan,” ungkapnya. Lebih lanjut bahwa, “Untuk menjadi modern tidak lantas keluar dari Islam, sehingga perlu adanya integrasi Islam dengan nilai-nilai kemoderenan.”

Sementara itu, Drs. Yusdani, M.Ag selaku Kepala PSI UII menyampaikan bahwa Cak Nur telah mensinergikan keislaman, kemoderenan dan keindonesiaan. “Pemikiran Cak Nur bertitik tolak dari keislaman, hal ini dapat dilacak dari pendidikan yang ia tempuh, namun demikian banyak kalangan yang salah faham karena pemikirannya dibungkus dengan idiom-idiom yang sulit difahami,” tuturnya.

Diskusi ini berjalan dengan semarak dan hidup. Selain itu, forum tersebut menghasilkan kerja sama yang sinergis antara PSI UII dengan NCMS. (Samsul Zakaria/Iqbal Zen)

Ramadhan adalah bulan yang penuh keistimewaan. Salah satunya Allah SWT melipatgandakan pahala amalan kebaikan yang dilakukan oleh umat muslim. Seiring dengan itu, umat muslim berbondong-bondong untuk berlomba-lomba dalam kebaikan (fastabiqul khairaat). Masjid menjadi lebih ramai, kajian-kajian dan ceramah agama pun lebih digandrungi.

9Adalah Drs. H. Sofwan Jannah, M.Ag., yang turut ambil bagian penting dalam menyemarakkan dakwah islamiyah di bulan Ramadhan ini. Dosen Program Studi Hukum Islam (PSHI) Fakultas Ilmu Agama Islam (FIAI) Universitas Islam Indonesia (UII) tersebut berdakwah di Bontang, Kalimantan Timur (Kaltim) selama 5 hari, Kamis-Senin, 18-22 Ramadhan 1437 H/23-27 Juni 2016.

Sofwan Jannah berdakwah di sana atas undangan dari Badan Pembinaan Umat Islam (BPUI) PT. Pupuk Kaltim. Selama di sana, dia menyampaikan ceramah di beberapa Masjid, Mushalla, dan Lembaga di bawah PT. Pupuk Kaltim. Sofwan Jannah bercerita bahwa aktivitas dakwah di sana cukup padat. “Doakan utusan UII dapat memberikan pencerahan bermanfaat bagi masyarakat Bontang,” ujarnya saat diwawancarai ketika masih berada di Bontang.

Uniknya selama berada di sana, Sofwan Jannah mendapatkan julukan baru yaitu sebagai “muballigh”. Muballigh sebenarnya kurang lebih semakna dengan penceramah atau da’i namun menjadi unik karena di Yogyakarta istilah tersebut jarang digunakan. Secara bahasa muballigh adalah ismul faa’il (subyek) dari kata ballagha-yuballighu-tabliigh, yang artinya ‘menyampaikan’. Dengan demikian muballigh artinya ‘yang menyampaikan/penyampai’ (kebaikan).

Lebih lanjut, Sofwan Jannah bercerita bahwa jamaah Shalat terawih di sana sangat semarak. Meskipun pada umumnya datang dari lokasi yang cukup jauh dari masjid. “Tadi malam dan Shubuh tugas di Masjid al-Mubarakah. Jama’ah datang dari jauh. Di area industri namun jamaah cukup banyak meski menjelang akhir Ramadhan,” ungkapnya, Ahad, 21 Ramadhan 1437 H/26 Juni 2016. (Samsul Zakaria)

Peningkatan kompetensi sumber daya manusia tidak hanya tertuang dalam teori kuliah semata tetapi juga harus didukung dengan personality dan skill keterampilan mahasiswa. Perguruan tinggi, sebagai institusi yang diharapkan dapat mencetak tenaga siap kerja memiliki tanggung jawab untuk mempersiapkan lulusan yang tidak hanya berkompeten secara akademik atau menguasai salah satu disiplin ilmu tertentu tetapi juga memiliki personality unggul yang didukung oleh skill keterampilan yang dapat mendukung kinerja dan performa mereka saat memasuki dunia kerja.

8 (2)Pada realitasnya, meskipun baik secara akademik namun saat lulus dari perguuran tinggi, banyak mahasiswa yang dinilai tidak cukup kompeten untuk memasuki dunia kerja. Teori yang ada di dalam perkuliahan hanya berkontribusi sedikit dalam dunia kerja. Berangkat dari hal tersebut dibutuhkan pelatihan yang ditujukan untuk pengembangan skill keterampilan mahasiswa.

“Melalui program short course ini, mahasiswa diharapkan dapat memiliki memiliki pengetahuan, kemampuan dan kesiapan, serta kompetensi yang sesuai dengan kebutuhan pasar tenaga kerja saat ini, terutama di lingkup perbankan syariah,” ujar Dr. Dra. Rahmani Timorita Yulianti, M.Ag., selaku Ketua Program Studi Ekonomi Islam (PSEI) dalam sambutannya pada acara pembukaan short course hari Jum’at, 13 Sya’ban 1437 H/20 Mei 2016.

Kegiatan ini diselenggarakan oleh Laboratorium Bank Mini Program PSEI Fakulttas Ilmu Agama Islam (FIAI) Universitas Islam Indonesia (UII) dan dikemas dalam sepuluh sesi dalam 8 hari, dimulai pada Jumat, 13 Sya’ban 1437 H/20 Mei 2016 dan ditutup pada Sabtu, 28 Sya’ban 1437 H/4 Juni 2016. Acara bertempat di Ruang sidang FIAI UII. Narasumber berjumlah 8 orang berasal baik dari kalangan akademisi maupun praktisi dari berbagai bank syari’ah yang memiliki kompetensi dalam bidang perbankan dan keuangan Islam.

Program ini bertujuan untuk memperluas wawasan dan pengetahuan mahasiswa tentang perbankan syariah melalui pelatihan intensif serta mempersiapkan mahasiswa untuk dapat meniti karier di berbagai institusi keuangan syariah terutama perbankan syariah. Short course perbankan syari’ah perdana ini diikuti secara antusias oleh seluruh peserta yang berjumlah 14 orang mahasiswa PSEI FIAI UII yang berstatus aktif. (Samsul Zakaria/DMP)

Eksistensi keluarga muslim di era modern ini telah mengalami disfungsi karena terjadi perubahan perilaku sosial. Fungsi tradisional sebuah keluarga secara domestik telah diambil alih oleh lembaga publik seperti pendidikan, transmisi nilai, sosialisasi diri anak dan bahkan kehidupan beragama pun lebih banyak diperoleh diluar rumah.

1. DiskusiAnak-anak sekarang lebih banyak dipengaruhi oleh lingkungan di luar orang tuanya sendiri. Di samping itu, banyaknya perceraian belakangan ini menambah runyamnya eksistensi sebuah keluarga. Menariknya lagi tuntutan perceraian di atas banyak yang mncul dari pihak isteri ketimbang pihak suami.

Merespon hal tersebut Program Studi (Prodi) Pendidikan Agama Islam (PAI) Fakultas Ilmu Agama Islam (FIAI) Universitas Islam Indonesia (UII) mengadakan Diskusi Interdisipliner dengan tema “Parenting Education”. Diselenggarakan Jum’at, 13 Sya’ban 1437 H/20 Mei 2016. Hadir sebagai narasumber diskusi, Prof. Madya Sharifah Meriam Syed Akill dari Universiti Sains Islam Malaysia (USIM), seorang expert dalam bidang bimbingan konseling.

Selain itu, narasumber dari PAI sendiri yaitu Drs. Aden Wijdan SZ, M.Si. Diskusi dihadiri oleh seluruh dosen PAI, perwakilan dari dosen Prodi Ekonomi Islam dan Prodi Hukum Islam, Katua Prodi pendidikan se-UII, dan beberapa perwakilan dari mahasiswa PAI.

Prof Sharifah memberikan materi tentang bagaimana membangun rumah tangga yang baik dan dapat mendidik anak dengan baik. “Bangunkanlah anak-anakmu supaya dia boleh hidup dalam apa jua zaman yang berlainan sekali dari zamanmu,” tuturnya. Maksudnya, didiklah anakmu sejak dini agar menjadi anak yang berkarakter. Dengan demikian peran orang tua dalam keluarga sangatlah penting.

Salah satunya menjaga anak dari pengaruh media agar tidak mudah terpengaruh hal-hal yang negatif. Anak perlu mendapatkan pendidikan yang tepat. Orang tua harus dapat menangani arus perubahan mendidik anak, dan memberi arahan anak untuk berakhlak karimah. Orangtua juga harus menjadi tauladan yang baik untuk anak-anaknya. Peran orang tua untuk membantu anak memupuk bakat dan minatnya serta mendalami pendidikan agama.

Disisi lain, realita dalam kehidupan membangun rumah tangga tidak semudah yang dibayangkan. Sebagai unit sosial terkecil, unit keluarga akan selalu mengalami perubahan social seiring perubahan dalam masyarakat. Seperti yang dijelaskan oleh Drs. Aden Wijdan SZ, M.Si, banyak timbul masalah yang ada dalam kenyataan di kehidupan. Banyak terjadi perceraian dalam keluarga karena faktor ekonomi.

Kegiatan diskusi tersebut berjalan dengan lancer. Para peserta antusias untuk diskusi dengan tanya jawab. Banyak ilmu yang dapat diambil dan semoga setelah diskusi ini dapat membangun rumah tangga yang harmonis. (Samsul Zakaria/Erma)

Sebagai bagian penting dari internasionalisasi perguruan tinggi, Universitas Islam Indonesia (UII) terus mendorong civitas akademikanya untuk go international. Termasuk dalam hal ini adalah mendukung mahasiswanya untuk berpartisipasi dalam kegiatan akademik level internasional.

5. Eva di Turki (2)Bertalian dengan hal tersebut, Eva Fadhilah (Hukum Islam, 2013) dan Muhammad Mukhlas (Pendidikan Bahasa Inggris, 2013) baru saja mempresentasikan risetnya di Istanbul, Turkey. Keduanya mengikuti 3rd International Conference on Education, Social Science, and Humanities (Socio-int 2016), Ahad-Rabu, 15-18 Sya’ban 1437 H/22-25 Mei 2016.

Dalam kesempatan tersebut, keduanya mempresentasikan tentang ‘The Influence of Daily Conversation Method (DCM) toward Students’ Foreign Languange Speaking Fluency in Modern Islamic Boarding School in Indonesia’. “Kebanyakan santri sadar bahwa untuk lancar berbahasa maka mereka harus banyak praktik berbicara,” tutur Eva dalam konferensi yang dihadiri lebih dari 50 negara tersebut.

Lanjut Eva, penerapan DCM di pesantren memiliki pengaruh positif terhadap kelancaran bahasa asing (Arab dan Inggris) santri. Kedepannya, Eva memiliki harapan besar tentang riset di UII. “Kita berhadap dari UII muncul peneliti-peneliti muda yang mampu membawa nama UII di kancah internasional,” harapnya.

Sementara itu, Mukhlas merasa senang berada di Istanbul untuk presentasi riset di hadapan para peneliti dari penjuru dunia. “Saya juga berharap agar mahasiswa turut andil dalam riset dan berbagi hasil risetnya. Semoga keikutsertaan kami memberikan manfaat bagi sesama, menginspirasi mahasiswa lainnya agar terjun di dunia riset dan mengharumkan nama UII,” tuturnya.

Eva dan Mukhlas tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada para pihak yang telah mendukung keberangkatan mereka. “Kami ucapkan terima kasih kepada universitas, fakultas, dan prodi serta pihak-pihak yang telah membantu hingga mampu mempresentasikan hasil penelitian kami dengan para peneliti hebat lainnya dari mancanegara,” tutupnya. (Samsul Zakaria)

Narasi Al-Qur’an tentang agama non-Islam sangatlah kompleks. Di satu sisi Al-Qur’an memposisikan agama lain dengan sangat toleran. Namun di sisi lain, ada kesan Al-Qur’an menegasikan eksistensi agama lain. Betapapun demikian hal tersebut dalam konteks akademis semestinya menjadi inspirasi riset. Sementara bagi umat Islam dapat menjadi motivasi untuk mengaji dan mengkaji Al-Qur’an dengan lebih dalam.

4Ada ilmuan non-muslim yang kemudian belajar tentang bahasa Arab klasik untuk mempelajari Al-Qur’an. “Lalu apa yang sudah kita lakukan sebagai umat muslim untuk memahami Al-Qur’an?” tanya Mun’im A. Sirry, Ph.D., dalam Kuliah Umum Al-Qur’an, Hubungan Agama, dan Toleransi’, di Ruang Sidang Fakultas Ilmu Agama Islam (FIAI), Selasa, 17 Sya’ban 1437 H/24 Mei 2016.

Mun’im A. Sirry adalah Asisten Professor di University of Notre Dame, Indiana. Dalam Kuliah Umum tersebut, dia menyampaikan materi tentang ‘Al-Qur’an dan Hubungan Agama: Pendekatan dan Problem’. Acara terselenggara atas kerjasama FIAI dengan American Institute for Indonesian Studies (AIFIS). Menurut Faishol Adib, MA., selaku Program Manager, AIFIS adalah konsorsium 15 universitas di Amerika yang fokus pada kajian Indonesia.

Salah seorang dosen Program Studi Hukum Islam (PSHI), Dr. Muhammad Roy Purwanto, S.Ag., M.Ag., turut menjadi pembicara dalam acara tersebut. Dia menyampaikan tentang ‘Al-Qur’an dan Toleransi Beragama Madzhab Fiqh’. Menurutnya, beragam pendapat fiqh menjadi bukti bahwa Islam justru menjadi rahmat bagi umatnya. Perbedaan pendapat bukan untuk saling menyalahkan dan mengkafirkan tetapi untuk saling menghargai.

Wakil Dekan FIAI, Dra. Sri Haningsih, M.Ag., dalam sambutannya mengapresiasi acara tersebut. Harapannya kerjasama yang terjalin dapat terus dilanjutkan di masa mendatang. Rencananya, pertengahan Juni mendatang akan diadakan acara serupa di FIAI. Hal serupa diungkapkan Dekan FIAI, Dr. Tamyiz Mukharrom, MA., ketika memberikan closing statement di akhir acara. (Samsul Zakaria)

Dr. Muhammad Roy Purwanto, S.Ag., M.Ag., adalah Dosen Program Studi Hukum Islam (PSHI) Fakultas Ilmu Agama Islam (FIAI) Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta. Setelah diberitakan sebelumnya mengikuti konferensi di Malaysia dan Thailand, kali ini kembali berpartisipasi dalam Kuala Lumpur International Islamic Studies and Civilisations Conference (KLIISC).

3. IC Malaysia (2)Konferensi digelar di Hotel Putra, Kuala Lumpur, Sabtu-Ahad, 29 Rajab-01 Sya’ban 1437 H/7-8 Mei 2016. Dalam konferensi tersebut Roy Purwanto mempresentasikan paper berjudul “Muqaaranatu Qawaaniin al-Usrah fii Tuunis wa Induunisiyyaa wa as-Su’uudiyyah haula Ta’addud az-Zaujah” (Perbandingan Hukum Keluarga di Tunisia, Indonesia, dan Saudi Arabia tentang Poligami). Dalam konferensi tersebut makalah Roy Purwanto terpilih sebagai “Best Arabic Paper”.

“(Menurut panitia) menarik karena membandingkan hukum keluarga di 3 negara Islam dan kaya referensi,” tuturnya saat ditanya alasan panitia memilih makalahnya sebagai yang terbaik. “Harapannya dosen-dosen sering publikasi internasional untuk mengenalkan riset dan UII di kancah internasional,” harap Roy Purwanto yang melakukan risetnya dengan Dr. Tamyiz Mukharrom, MA.

Turut serta menjadi presenter dalam KLIISC, Drs. Yusdani, M.Ag. Dalam konferensi tersebut, Yusdani yang saat ini menjabat sebagai Direktur Pusat Studi Islam (PSI) UII memaparkan tentang “The Life of Javanese Moslems in Sathorn Bangkok Thailand”. “Komunitas muslim Jawa di Sathorn Bangkok merupakan contoh kehidupan minoritas muslim yang sukses karena mereka tetap muslim. Diterima sebagai warga Thailand dan tetap memelihara tradisi Jawa,” tutur Yusdani yang melakukan risetnya dengan Prof. Dr. Edy Suandi Hamid, M.Sc., dan Muhammad Jauharul Maknun.

“Mereka sekarang adalah generasi ketiga diaspora muslim Indonesia yang berasal dari Kendal, Yogyakarta, dan Jawa Timur. Salah satu keluarga yang berperan adalah keturunan Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah. Salah satu tokohnya adalah Winai Dahlan, Kepala Halal Science Centre (HSC) di Chulalongkorn University Thailand,” imbuhnya. Harapan Yusdani, tema yang diangkatnya tersebut yaitu tentang muslim minoritas menjadi kajian yang menarik. (Samsul Zakaria)

Undang-undang Martabat Tujuh adalah karya paling monumental Kesultanan Buton, Sulawesi Tenggara yang diwariskan hingga saat ini. Undang-undang tersebut berhasil mengatur kehidupan masyarakat, keluarga kesultanan, pejabat, dan pegawai yang ada di Buton dan membawa Buton ke zaman keemasan. Keberhasilan Undang-undang Martabat Tujuh ini karena ia dibuat dan diundangkan dengan memadukan antara ajaran tasawuf, fiqh, dan budaya lokal masyarakat Buton.

2Demikian kesimpulan field riset yang dilakukan oleh salah satu dosen Program Studi Hukum Islam (PSHI) Fakultas Ilmu Agama Islam (FIAI), Dr. Muhammad Roy Purwanto, S.Ag., M.Ag. Hasil riset tersebut dipresentasikan dalam International Conference on Diciplines in Humanities and Social Sciences (DHSS) 2016, Bangkok, Thailand, Selasa-Rabu, 18-19 Rajab 1437 H/26-27 April 2016. Konferensi diselenggarakan oleh Emirates Association of Arts and Management Professionals (EAAMP).

Dalam konferensi tersebut judul yang diketengahkan Dr. Muhammad Roy—begitu ia biasa disapa—adalah ‘Acculturation among Local Wisdom, Law, and Sufism in Forming Martabat Tujuh Enactment of Buton Sultanate’. “Akulturasi sufisme Islam dengan budaya lokal tampak sekali dalam pasal, peraturan, ajaran, dan nilai-nilai yang terdapat dalam Undang-undang Martabat Tujuh,” tulis Dr. Muhammad Roy.

“Penamaan Martabat Tujuh sebagai nama Undang-undang, konsep binci-binciku kuli, adanya pasal hakim agama, sistem pemerintahan, konsep dan syarat sultan, pembagian kekuasaan kesultanan, dan tingkatan tata pemerintahan Buton merupakan bukti adanya akulturasi sufisme Islam dengan budaya lokal Buton dalam pembentukan Undang-undang Martabat Tujuh,” lanjutnya.

Dr. Muhammad Roy berharap dosen-dosen Universitas Islam Indonesia (UII) lebih banyak yang berpartisipasi dalam seminar atau konferensi internasional. “Sebagai manifestasi internasionalisasi (UII),” tuturnya. Terkait biaya, sebagaimana yang dirasakan oleh Dr. Muhammad Roy, saat ini tidak perlu dikhawatirkan. Sebab UII, melalui Badan Pengembangan Akademik (BPA) mensupport full untuk kegiatan akademik (seminar/konferensi) internasional. (Samsul Zakaria/DMRP)