Dalam rangka menggali keunggulan program studi, Fakultas Ilmu Agama Islam (FIAI) bekerjasama dengan Badan Perencana (BP) Universitas Islam Indonesia (UII) mengelar workshop bertajuk “Penguatan Keunikan Lokal Fakultas Ilmu Agama Islam 2015”. Bertempat di Ruang Sidang FIAI, Sabtu, 27 Dzulhijjah 1437 H/10 Oktober 2015. Acara diawali sambutan Dekan FIAI, Dr. H. Tamyiz Mukharrom, MA. “Prodi harus bekerja keras terapkan local genius,” tegasnya.
Sementara itu, Prof. Dr. Ir. H. Hari Purnomo, MT., selaku Kepala BP mengatakan bahwa pengembangan UII sampai 2038 adalah keunikan lokal. “Keunikan dimaksud diserahkan ke prodi masing-masing,” tuturnya dalam workshop yang dihadiri pejabat fakultas, pejabat prodi, dan tim kurikulum prodi. Dia mencontohkan, di Ilmu Kimia keunikannya pada minyak atsiri. Lainnya, di Psikologi penguatannya pada psikologi Islam. “Lalu bagaimana dengan FIAI?” tanyanya memberikan arahan workshop.
Hadir sebagai narasumber, Prof. Irwan Abdullah, Ph.D., Guru Besar Universitas Gadjah Mada (UGM). Baginya, merumuskan keunikan lokal tidak cukup hanya dengan sekali duduk. Perumusan keunikan lokal membutuhkan waktu yang lama dan berkesinambungan. Secara sederhana, keunikan lokal itu seperti rumah makan Padang. “Dapat membaca semua lidah orang Indonesia,” ungkapnya. Meskipun berangkat dari lokalitas tetapi dapat menembus batas sampai nasional dan bahkan internasional.
Pendidikan menurutnya harus bisa mencetak kader yang berkarakter. Beberapa karakter dimaksud misalnya, tidak mengemis harga diri, tidak mudah dibeli, dan tidak bergantung pada orang lain (mandiri). Sebelumnya, Prof. Irwan mengapresiasi langkah UII. “Tidak banyak PT yang konsen pada perubahan kurikulum,” tuturnya bermaksud mengatakan workshop yang diadakan UII memiliki urgensi yang signifikan.
Sementara narasumber kedua, Dr. Muqowim, M.Ag., Dosen Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga berbicara tentang “Local Genius dalam Konteks Studi Islam”. Menurutnya, salah satu masalah umat muslim adalah eksistensi dunia Islam yang justru tidak islami. Hal ini tentu harus dapat dijawab oleh Studi Islam. Dr. Muqowim juga menekankan tentang bagaimana menjadi being religious, bukan semata having religion.
Acara yang dimoderatori Joko Sulistio, ST., M.Sc., itu berakhir pukul 12.00 WIB. Setelah ishama dilanjutkan diskusi keunikan lokal masing-masing prodi. Peserta berkumpul berdasarkan prodinya untuk merumuskan local genius perspektif prodi masing-masing. Selanjutnya, dengan dipandu Ari Sujarwo, S.Kom., MIT (Hons) perwakilan prodi mempresentasikan hasil rumusannya.