Berita terbaru seputar Fakultas Ilmu Agama Islam Universitas Islam Indonesia Yogyakarta. Dapatkan update terbaru berita-berita dan informasi menarik lainnya. Informasi mengenai beasiswa, kerjasama, event perlombaan tingkat nasional dan internasional serta program pertukaran pelajar hanya di http://fis.uii.ac.id

Salah satu pemikir muslim Indonesia yang memiliki pengaruh cukup besar dalam dinamika pemikiran Islam di Indonesia ialah Nurcholis Madjid, yang populer dengan sebutan Cak Nur. Cak Nur dalam corak berpikirnya lebih menekankan pada dimensi etis yang berorientasi pada nilai-nilai substansi dari pada corak keberagamaan yang hanya legal-formalistik. Selain itu, Cak Nur mencoba mensinergikan ajaran Islam dalam konteks ke-Indonesia-an.

2 (2)Berkenaan dengan hal tersebut, Pusat Studi Islam (PSI) Universitas Islam Indonesia (UII) menggelar diskusi terbatas di Demangan, Jumat 10 Syawwal 1437 H/15 Juli 2016. Hadir sebagai narasumber Muhammad Wahyuni Nafis, MA selaku pimpinan Nurcholis Madjid Society (NCMS) Jakarta. Adapun tema diskusi ialah “Pemikiran Nurcholis Madjid tentang ke-Islam-an, Modernitas, dan Keindonesiaan”.

Dalam paparannya menyampaikan bahwa pokok-pokok pemikiran Cak Nur. “Islam adalah agama yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dan keindonesiaan,” ungkapnya. Lebih lanjut bahwa, “Untuk menjadi modern tidak lantas keluar dari Islam, sehingga perlu adanya integrasi Islam dengan nilai-nilai kemoderenan.”

Sementara itu, Drs. Yusdani, M.Ag selaku Kepala PSI UII menyampaikan bahwa Cak Nur telah mensinergikan keislaman, kemoderenan dan keindonesiaan. “Pemikiran Cak Nur bertitik tolak dari keislaman, hal ini dapat dilacak dari pendidikan yang ia tempuh, namun demikian banyak kalangan yang salah faham karena pemikirannya dibungkus dengan idiom-idiom yang sulit difahami,” tuturnya.

Diskusi ini berjalan dengan semarak dan hidup. Selain itu, forum tersebut menghasilkan kerja sama yang sinergis antara PSI UII dengan NCMS. (Samsul Zakaria/Iqbal Zen)

Ramadhan adalah bulan yang penuh keistimewaan. Salah satunya Allah SWT melipatgandakan pahala amalan kebaikan yang dilakukan oleh umat muslim. Seiring dengan itu, umat muslim berbondong-bondong untuk berlomba-lomba dalam kebaikan (fastabiqul khairaat). Masjid menjadi lebih ramai, kajian-kajian dan ceramah agama pun lebih digandrungi.

9Adalah Drs. H. Sofwan Jannah, M.Ag., yang turut ambil bagian penting dalam menyemarakkan dakwah islamiyah di bulan Ramadhan ini. Dosen Program Studi Hukum Islam (PSHI) Fakultas Ilmu Agama Islam (FIAI) Universitas Islam Indonesia (UII) tersebut berdakwah di Bontang, Kalimantan Timur (Kaltim) selama 5 hari, Kamis-Senin, 18-22 Ramadhan 1437 H/23-27 Juni 2016.

Sofwan Jannah berdakwah di sana atas undangan dari Badan Pembinaan Umat Islam (BPUI) PT. Pupuk Kaltim. Selama di sana, dia menyampaikan ceramah di beberapa Masjid, Mushalla, dan Lembaga di bawah PT. Pupuk Kaltim. Sofwan Jannah bercerita bahwa aktivitas dakwah di sana cukup padat. “Doakan utusan UII dapat memberikan pencerahan bermanfaat bagi masyarakat Bontang,” ujarnya saat diwawancarai ketika masih berada di Bontang.

Uniknya selama berada di sana, Sofwan Jannah mendapatkan julukan baru yaitu sebagai “muballigh”. Muballigh sebenarnya kurang lebih semakna dengan penceramah atau da’i namun menjadi unik karena di Yogyakarta istilah tersebut jarang digunakan. Secara bahasa muballigh adalah ismul faa’il (subyek) dari kata ballagha-yuballighu-tabliigh, yang artinya ‘menyampaikan’. Dengan demikian muballigh artinya ‘yang menyampaikan/penyampai’ (kebaikan).

Lebih lanjut, Sofwan Jannah bercerita bahwa jamaah Shalat terawih di sana sangat semarak. Meskipun pada umumnya datang dari lokasi yang cukup jauh dari masjid. “Tadi malam dan Shubuh tugas di Masjid al-Mubarakah. Jama’ah datang dari jauh. Di area industri namun jamaah cukup banyak meski menjelang akhir Ramadhan,” ungkapnya, Ahad, 21 Ramadhan 1437 H/26 Juni 2016. (Samsul Zakaria)

Peningkatan kompetensi sumber daya manusia tidak hanya tertuang dalam teori kuliah semata tetapi juga harus didukung dengan personality dan skill keterampilan mahasiswa. Perguruan tinggi, sebagai institusi yang diharapkan dapat mencetak tenaga siap kerja memiliki tanggung jawab untuk mempersiapkan lulusan yang tidak hanya berkompeten secara akademik atau menguasai salah satu disiplin ilmu tertentu tetapi juga memiliki personality unggul yang didukung oleh skill keterampilan yang dapat mendukung kinerja dan performa mereka saat memasuki dunia kerja.

8 (2)Pada realitasnya, meskipun baik secara akademik namun saat lulus dari perguuran tinggi, banyak mahasiswa yang dinilai tidak cukup kompeten untuk memasuki dunia kerja. Teori yang ada di dalam perkuliahan hanya berkontribusi sedikit dalam dunia kerja. Berangkat dari hal tersebut dibutuhkan pelatihan yang ditujukan untuk pengembangan skill keterampilan mahasiswa.

“Melalui program short course ini, mahasiswa diharapkan dapat memiliki memiliki pengetahuan, kemampuan dan kesiapan, serta kompetensi yang sesuai dengan kebutuhan pasar tenaga kerja saat ini, terutama di lingkup perbankan syariah,” ujar Dr. Dra. Rahmani Timorita Yulianti, M.Ag., selaku Ketua Program Studi Ekonomi Islam (PSEI) dalam sambutannya pada acara pembukaan short course hari Jum’at, 13 Sya’ban 1437 H/20 Mei 2016.

Kegiatan ini diselenggarakan oleh Laboratorium Bank Mini Program PSEI Fakulttas Ilmu Agama Islam (FIAI) Universitas Islam Indonesia (UII) dan dikemas dalam sepuluh sesi dalam 8 hari, dimulai pada Jumat, 13 Sya’ban 1437 H/20 Mei 2016 dan ditutup pada Sabtu, 28 Sya’ban 1437 H/4 Juni 2016. Acara bertempat di Ruang sidang FIAI UII. Narasumber berjumlah 8 orang berasal baik dari kalangan akademisi maupun praktisi dari berbagai bank syari’ah yang memiliki kompetensi dalam bidang perbankan dan keuangan Islam.

Program ini bertujuan untuk memperluas wawasan dan pengetahuan mahasiswa tentang perbankan syariah melalui pelatihan intensif serta mempersiapkan mahasiswa untuk dapat meniti karier di berbagai institusi keuangan syariah terutama perbankan syariah. Short course perbankan syari’ah perdana ini diikuti secara antusias oleh seluruh peserta yang berjumlah 14 orang mahasiswa PSEI FIAI UII yang berstatus aktif. (Samsul Zakaria/DMP)

Eksistensi keluarga muslim di era modern ini telah mengalami disfungsi karena terjadi perubahan perilaku sosial. Fungsi tradisional sebuah keluarga secara domestik telah diambil alih oleh lembaga publik seperti pendidikan, transmisi nilai, sosialisasi diri anak dan bahkan kehidupan beragama pun lebih banyak diperoleh diluar rumah.

1. DiskusiAnak-anak sekarang lebih banyak dipengaruhi oleh lingkungan di luar orang tuanya sendiri. Di samping itu, banyaknya perceraian belakangan ini menambah runyamnya eksistensi sebuah keluarga. Menariknya lagi tuntutan perceraian di atas banyak yang mncul dari pihak isteri ketimbang pihak suami.

Merespon hal tersebut Program Studi (Prodi) Pendidikan Agama Islam (PAI) Fakultas Ilmu Agama Islam (FIAI) Universitas Islam Indonesia (UII) mengadakan Diskusi Interdisipliner dengan tema “Parenting Education”. Diselenggarakan Jum’at, 13 Sya’ban 1437 H/20 Mei 2016. Hadir sebagai narasumber diskusi, Prof. Madya Sharifah Meriam Syed Akill dari Universiti Sains Islam Malaysia (USIM), seorang expert dalam bidang bimbingan konseling.

Selain itu, narasumber dari PAI sendiri yaitu Drs. Aden Wijdan SZ, M.Si. Diskusi dihadiri oleh seluruh dosen PAI, perwakilan dari dosen Prodi Ekonomi Islam dan Prodi Hukum Islam, Katua Prodi pendidikan se-UII, dan beberapa perwakilan dari mahasiswa PAI.

Prof Sharifah memberikan materi tentang bagaimana membangun rumah tangga yang baik dan dapat mendidik anak dengan baik. “Bangunkanlah anak-anakmu supaya dia boleh hidup dalam apa jua zaman yang berlainan sekali dari zamanmu,” tuturnya. Maksudnya, didiklah anakmu sejak dini agar menjadi anak yang berkarakter. Dengan demikian peran orang tua dalam keluarga sangatlah penting.

Salah satunya menjaga anak dari pengaruh media agar tidak mudah terpengaruh hal-hal yang negatif. Anak perlu mendapatkan pendidikan yang tepat. Orang tua harus dapat menangani arus perubahan mendidik anak, dan memberi arahan anak untuk berakhlak karimah. Orangtua juga harus menjadi tauladan yang baik untuk anak-anaknya. Peran orang tua untuk membantu anak memupuk bakat dan minatnya serta mendalami pendidikan agama.

Disisi lain, realita dalam kehidupan membangun rumah tangga tidak semudah yang dibayangkan. Sebagai unit sosial terkecil, unit keluarga akan selalu mengalami perubahan social seiring perubahan dalam masyarakat. Seperti yang dijelaskan oleh Drs. Aden Wijdan SZ, M.Si, banyak timbul masalah yang ada dalam kenyataan di kehidupan. Banyak terjadi perceraian dalam keluarga karena faktor ekonomi.

Kegiatan diskusi tersebut berjalan dengan lancer. Para peserta antusias untuk diskusi dengan tanya jawab. Banyak ilmu yang dapat diambil dan semoga setelah diskusi ini dapat membangun rumah tangga yang harmonis. (Samsul Zakaria/Erma)

Sebagai bagian penting dari internasionalisasi perguruan tinggi, Universitas Islam Indonesia (UII) terus mendorong civitas akademikanya untuk go international. Termasuk dalam hal ini adalah mendukung mahasiswanya untuk berpartisipasi dalam kegiatan akademik level internasional.

5. Eva di Turki (2)Bertalian dengan hal tersebut, Eva Fadhilah (Hukum Islam, 2013) dan Muhammad Mukhlas (Pendidikan Bahasa Inggris, 2013) baru saja mempresentasikan risetnya di Istanbul, Turkey. Keduanya mengikuti 3rd International Conference on Education, Social Science, and Humanities (Socio-int 2016), Ahad-Rabu, 15-18 Sya’ban 1437 H/22-25 Mei 2016.

Dalam kesempatan tersebut, keduanya mempresentasikan tentang ‘The Influence of Daily Conversation Method (DCM) toward Students’ Foreign Languange Speaking Fluency in Modern Islamic Boarding School in Indonesia’. “Kebanyakan santri sadar bahwa untuk lancar berbahasa maka mereka harus banyak praktik berbicara,” tutur Eva dalam konferensi yang dihadiri lebih dari 50 negara tersebut.

Lanjut Eva, penerapan DCM di pesantren memiliki pengaruh positif terhadap kelancaran bahasa asing (Arab dan Inggris) santri. Kedepannya, Eva memiliki harapan besar tentang riset di UII. “Kita berhadap dari UII muncul peneliti-peneliti muda yang mampu membawa nama UII di kancah internasional,” harapnya.

Sementara itu, Mukhlas merasa senang berada di Istanbul untuk presentasi riset di hadapan para peneliti dari penjuru dunia. “Saya juga berharap agar mahasiswa turut andil dalam riset dan berbagi hasil risetnya. Semoga keikutsertaan kami memberikan manfaat bagi sesama, menginspirasi mahasiswa lainnya agar terjun di dunia riset dan mengharumkan nama UII,” tuturnya.

Eva dan Mukhlas tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada para pihak yang telah mendukung keberangkatan mereka. “Kami ucapkan terima kasih kepada universitas, fakultas, dan prodi serta pihak-pihak yang telah membantu hingga mampu mempresentasikan hasil penelitian kami dengan para peneliti hebat lainnya dari mancanegara,” tutupnya. (Samsul Zakaria)

Narasi Al-Qur’an tentang agama non-Islam sangatlah kompleks. Di satu sisi Al-Qur’an memposisikan agama lain dengan sangat toleran. Namun di sisi lain, ada kesan Al-Qur’an menegasikan eksistensi agama lain. Betapapun demikian hal tersebut dalam konteks akademis semestinya menjadi inspirasi riset. Sementara bagi umat Islam dapat menjadi motivasi untuk mengaji dan mengkaji Al-Qur’an dengan lebih dalam.

4Ada ilmuan non-muslim yang kemudian belajar tentang bahasa Arab klasik untuk mempelajari Al-Qur’an. “Lalu apa yang sudah kita lakukan sebagai umat muslim untuk memahami Al-Qur’an?” tanya Mun’im A. Sirry, Ph.D., dalam Kuliah Umum Al-Qur’an, Hubungan Agama, dan Toleransi’, di Ruang Sidang Fakultas Ilmu Agama Islam (FIAI), Selasa, 17 Sya’ban 1437 H/24 Mei 2016.

Mun’im A. Sirry adalah Asisten Professor di University of Notre Dame, Indiana. Dalam Kuliah Umum tersebut, dia menyampaikan materi tentang ‘Al-Qur’an dan Hubungan Agama: Pendekatan dan Problem’. Acara terselenggara atas kerjasama FIAI dengan American Institute for Indonesian Studies (AIFIS). Menurut Faishol Adib, MA., selaku Program Manager, AIFIS adalah konsorsium 15 universitas di Amerika yang fokus pada kajian Indonesia.

Salah seorang dosen Program Studi Hukum Islam (PSHI), Dr. Muhammad Roy Purwanto, S.Ag., M.Ag., turut menjadi pembicara dalam acara tersebut. Dia menyampaikan tentang ‘Al-Qur’an dan Toleransi Beragama Madzhab Fiqh’. Menurutnya, beragam pendapat fiqh menjadi bukti bahwa Islam justru menjadi rahmat bagi umatnya. Perbedaan pendapat bukan untuk saling menyalahkan dan mengkafirkan tetapi untuk saling menghargai.

Wakil Dekan FIAI, Dra. Sri Haningsih, M.Ag., dalam sambutannya mengapresiasi acara tersebut. Harapannya kerjasama yang terjalin dapat terus dilanjutkan di masa mendatang. Rencananya, pertengahan Juni mendatang akan diadakan acara serupa di FIAI. Hal serupa diungkapkan Dekan FIAI, Dr. Tamyiz Mukharrom, MA., ketika memberikan closing statement di akhir acara. (Samsul Zakaria)

Dr. Muhammad Roy Purwanto, S.Ag., M.Ag., adalah Dosen Program Studi Hukum Islam (PSHI) Fakultas Ilmu Agama Islam (FIAI) Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta. Setelah diberitakan sebelumnya mengikuti konferensi di Malaysia dan Thailand, kali ini kembali berpartisipasi dalam Kuala Lumpur International Islamic Studies and Civilisations Conference (KLIISC).

3. IC Malaysia (2)Konferensi digelar di Hotel Putra, Kuala Lumpur, Sabtu-Ahad, 29 Rajab-01 Sya’ban 1437 H/7-8 Mei 2016. Dalam konferensi tersebut Roy Purwanto mempresentasikan paper berjudul “Muqaaranatu Qawaaniin al-Usrah fii Tuunis wa Induunisiyyaa wa as-Su’uudiyyah haula Ta’addud az-Zaujah” (Perbandingan Hukum Keluarga di Tunisia, Indonesia, dan Saudi Arabia tentang Poligami). Dalam konferensi tersebut makalah Roy Purwanto terpilih sebagai “Best Arabic Paper”.

“(Menurut panitia) menarik karena membandingkan hukum keluarga di 3 negara Islam dan kaya referensi,” tuturnya saat ditanya alasan panitia memilih makalahnya sebagai yang terbaik. “Harapannya dosen-dosen sering publikasi internasional untuk mengenalkan riset dan UII di kancah internasional,” harap Roy Purwanto yang melakukan risetnya dengan Dr. Tamyiz Mukharrom, MA.

Turut serta menjadi presenter dalam KLIISC, Drs. Yusdani, M.Ag. Dalam konferensi tersebut, Yusdani yang saat ini menjabat sebagai Direktur Pusat Studi Islam (PSI) UII memaparkan tentang “The Life of Javanese Moslems in Sathorn Bangkok Thailand”. “Komunitas muslim Jawa di Sathorn Bangkok merupakan contoh kehidupan minoritas muslim yang sukses karena mereka tetap muslim. Diterima sebagai warga Thailand dan tetap memelihara tradisi Jawa,” tutur Yusdani yang melakukan risetnya dengan Prof. Dr. Edy Suandi Hamid, M.Sc., dan Muhammad Jauharul Maknun.

“Mereka sekarang adalah generasi ketiga diaspora muslim Indonesia yang berasal dari Kendal, Yogyakarta, dan Jawa Timur. Salah satu keluarga yang berperan adalah keturunan Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah. Salah satu tokohnya adalah Winai Dahlan, Kepala Halal Science Centre (HSC) di Chulalongkorn University Thailand,” imbuhnya. Harapan Yusdani, tema yang diangkatnya tersebut yaitu tentang muslim minoritas menjadi kajian yang menarik. (Samsul Zakaria)

Undang-undang Martabat Tujuh adalah karya paling monumental Kesultanan Buton, Sulawesi Tenggara yang diwariskan hingga saat ini. Undang-undang tersebut berhasil mengatur kehidupan masyarakat, keluarga kesultanan, pejabat, dan pegawai yang ada di Buton dan membawa Buton ke zaman keemasan. Keberhasilan Undang-undang Martabat Tujuh ini karena ia dibuat dan diundangkan dengan memadukan antara ajaran tasawuf, fiqh, dan budaya lokal masyarakat Buton.

2Demikian kesimpulan field riset yang dilakukan oleh salah satu dosen Program Studi Hukum Islam (PSHI) Fakultas Ilmu Agama Islam (FIAI), Dr. Muhammad Roy Purwanto, S.Ag., M.Ag. Hasil riset tersebut dipresentasikan dalam International Conference on Diciplines in Humanities and Social Sciences (DHSS) 2016, Bangkok, Thailand, Selasa-Rabu, 18-19 Rajab 1437 H/26-27 April 2016. Konferensi diselenggarakan oleh Emirates Association of Arts and Management Professionals (EAAMP).

Dalam konferensi tersebut judul yang diketengahkan Dr. Muhammad Roy—begitu ia biasa disapa—adalah ‘Acculturation among Local Wisdom, Law, and Sufism in Forming Martabat Tujuh Enactment of Buton Sultanate’. “Akulturasi sufisme Islam dengan budaya lokal tampak sekali dalam pasal, peraturan, ajaran, dan nilai-nilai yang terdapat dalam Undang-undang Martabat Tujuh,” tulis Dr. Muhammad Roy.

“Penamaan Martabat Tujuh sebagai nama Undang-undang, konsep binci-binciku kuli, adanya pasal hakim agama, sistem pemerintahan, konsep dan syarat sultan, pembagian kekuasaan kesultanan, dan tingkatan tata pemerintahan Buton merupakan bukti adanya akulturasi sufisme Islam dengan budaya lokal Buton dalam pembentukan Undang-undang Martabat Tujuh,” lanjutnya.

Dr. Muhammad Roy berharap dosen-dosen Universitas Islam Indonesia (UII) lebih banyak yang berpartisipasi dalam seminar atau konferensi internasional. “Sebagai manifestasi internasionalisasi (UII),” tuturnya. Terkait biaya, sebagaimana yang dirasakan oleh Dr. Muhammad Roy, saat ini tidak perlu dikhawatirkan. Sebab UII, melalui Badan Pengembangan Akademik (BPA) mensupport full untuk kegiatan akademik (seminar/konferensi) internasional. (Samsul Zakaria/DMRP)

Kompetensi mahasiswa merupakan ukuran paling objektif untuk menilai keberhasilan program studi dalam melaksanakan tugasnya. Sebab mahasiswa sebagai subjek utama keberhasilan proses pendidikan di suatu perguruan tinggi pada umumnya. Ketidaktahuan tentang dunia kerja menyebabkan mahasiswa tidak siap menghadapi dunia kerja setelah mereka lulus.

Berangkat dari hal itu, Program Studi Ekonomi Islam (PSEI) Fakultas Agama Islam (FIAI) Universitas Islam Indonesia (UII) merasa perlu menggali potensi-potensi mahasiswa sebelum mereka masuk dalam dunia kerja. Baik melalui kegiatan simulasi maupun pemberian kiat-kiat agar mereka mampu berkompetisi dengan mahasiswa dari perguruan tinggi lain.

9 (2)Pelatihan ini merupakan program berkesinambungan dari PSEI yang secara umum bertujuan untuk meningkatkan softskills mahasiswa. Selain itu untuk membekali mahasiswa dengan pengetahuan umum mengenai proses rekrutmen di bank syari’ah. Untuk mencapai tujuan tersebut, PSEI bekerjasama dengan Muamalat Institute dalam sebuah In-House Training bertajuk Career Development Training.

Muamalat Institute merupakan lembaga edukasi ekonomi dan keuangan syariah yang menyediakan layanan Research, Training, Consulting, Recruitment dan Publication di bidang perbankan dan keuangan syariah. Lembaga ini telah memiliki pengalaman selama 20 tahun dalam menangani program-program pelatihan.

Tidak hanya pelatihan, PSEI juga menjalin kerjasama dalam bentuk Nota Kesepahaman/Memorandum of Understanding (MoU) dengan pihak Muamalat Institute. “Selain ilmu di bangku kuliah, mahasiswa juga membutuhkan bekal softskill untuk menghadapi dunia kerja, sehingga kerjasama seperti ini sangat baik, dan kami harapkan kegiatan seperti Job Hunting ini dapat terus dilaksanakan,” ujar Dekan FIAI UII, Dr. Tamyiz Mukharrom, MA dalam sambutannya.

One-Day Training yang diadakan di Ruang Sidang FIAI, Sabtu, 21 Sya’ban 1437 H/28 Mei 2016 ini membahas beberapa materi pokok. Meliputi, overview perbankan Syariah, tips sukses rekrutmen, serta praktek langsung interview. Hadir sebagai narasumber Yudi Susworo, trainer dari Muamalat Institute.

9 (3)Acara yang berlangsung selama delapan jam ini diikuti secara aktif oleh mahasiswa semester 6 PSEI. “Saya sangat mengapresiasi kegiatan Job Hunting ini, selain untuk membuka wawasan bisa memberi bekal kepada mahasiswa ketika nantinya terjun di dunia karir. Sebab akhir-akhir ini banyak pelamar yang tidak diterima kerja karena tidak adanya pembekalan terlebih dahulu. Jadi cuma modal yakin saja,” ujar Widiaturrahmi, salah satu peserta Job Hunting.

“Dengan diadakannya Career Develpoment Training mahasiswa PSEI dapat memperoleh gambaran tentang bagaimana dunia kerja, dimana dunia kerja sangat berbeda dengan dunia perkuliahan. Bersama Muamalat Institute mengingatkan bahwa niat bekerja bukan dengan mendapatkan benefit yang besar tetapi dengan niat mensyi’arkan agama Allah,” ujar Khilfatul Khamidah. Acara ini diakhiri dengan penyerahan sertifikat secara simbolik, pembagian doorprize, dan perfotoan bersama. (Samsul Zakaria/DMP)

Penelitian atau riset (research) adalah sebuah kewajiban ilmiah dalam dunia akademik. Perguruan tinggi yang hebat salah satunya ditandai dengan adanya riset yang berkualitas. Dengan demikian meneliti semestinya menjadi tradisi di perguruan tinggi khususnya di Universitas Islam Indonesia (UII).

IMG_2033Bertalian dengan itu, Program Studi Hukum Islam (PSHI) Fakultas Ilmu Agama Islam (FIAI) UII mengadakan Workshop “Penulisan Proposal Research Grant”. Acara tersebut merupakan bagian penting dari Program Hibah Kompetisi Program Studi (PHK-PS) yang diraih PSHI tahun 2016 ini. Workshop bertempat di Ruang Sidang FIAI, Jumat, 05 Ramadhan 1437 H/10 Juni 2016. Hadir sebagai pembicara tunggal yaitu Dr. Anis Masykur, Lc., MA., dari Direktorat Pendidikan Tinggi Islam (Diktis) Kementerian Agama (Kemenag) Republik Indonesia (RI).

“Di bulan Ramadhan ini kita biasa tadarus al-Quran. Saat ini kita tadarus ilmiah yaitu tentang penelitian,” tutur Anis dalam workshop yang dimoderatori oleh Dr. Muhammad Roy Purwanto, S.Ag., M.Ag (Dosen Tetap Hukum Islam). Menurutnya, riset yang diajukan ke diktis sering ditolak karena kurang problematis. Karenanya, problem penelitian harus unik dan menarik. Bukan hanya menarik bagi diri sendiri tetapi menarik bagi reviewer.

IMG_2035Selanjutnya menurut Anis, riset yang dilakukan harus transformatif. Riset transformatif maksudnya bukan hanya membawa manfaat bagi yang meneliti tetapi juga berkontribusi pada perubahan objek penelitian. Misalnya riset tentang “Hubungan Islam-Kristen”. “Sejauh mana riset itu berpengaruh terhadap (baiknya) hubungan Islam dan Kristen menjadi penting,” ujarnya.

Workshop dibuka secara resmi oleh Dekan FIAI, Dr. Tamyiz Mukharrom, MA. Ia berharap supaya dosen yang hadir dapat mengambil manfaat dari workshop tersebut. Sehingga jumlah riset yang dihasilkan ke depan menjadi lebih baik dan lebih banyak. Selain untuk pengembangan keilmuan, riset juga berguna untuk men-support akreditasi baik program studi maupun institusi. (Samsul Zakaria/MKR)